Enam bersaudara sebenarnya sudah cukup besar, tetapi kelahiran adik baru selalu kami sambut dengan sukacita. Begitulah riangnya hati tatkala ibu hamil lagi.
Cuma kali ini ibu kelihatan letih. Wajahnya sering pucat dan tubuhnya semakin kurus. Mengandung setiap dua tahun pastilah membuat badan rontok. Kesehatan jadi kurang terawat dan kepala sering pening-pening. Saya masih ingat jalan ibu yang tertatih-tatih dengan kandungan semakin membesar. Alangkah berat langkahnya.
Saat itu ibu sedang mengandung anakyang ke tujuh. Kami senang karena nanti pasti ada adik baru yang mirip boneka. Tetapi takdir berkata lain. Pada saat melahirkan, terjadi pendarahan yang mengakibatkan ibu tak bisa ditolong. Dia berpulang sewaktu melahirkan dan adik bayi yang sempat lahir juga tak dapatdiselamatkan.
Saya tersentak. Mata berkaca. Hati tersedu, karena ibu adalah segala-galanya bagi saya. Dialah matahari pagi, pijar yang memberi cahaya. Dia jugalah yang bernama rembulan, penerang bagi hati di kala bingung. Dia menyusukan dan memandikan. Ibu yang membuat saya bisa tulis-baca, menanamkan Islam di benak saya. Dialah yang membuat mata saya melek untuk mengerti mana yang baik, mana yang buruk
Kini dia pergi. Cepat sekali rasanya. Ibu, mengapa pergi secepat itu?
Saat ibu meninggalkan kami di tahun 1928, sayaduduk di kelas empat. Saya masih membutuhkan ibu untuk memecahkan soal-soal hitungan yang jadi huiswerk (pekerjaan rumah). Dan tak lama lagi akan ujiankenaikan kelas. Apa yang akan terjadi? Saya tak tahu.
Tetapi ayah rupanya lebih tahu. Saya dan Mas Suhardjo diboyong keBojonegoro untuk dititipkan kepada abang kandungnya, Raden Tumenggung Bawadiman Kartohadiprodjo, suami Bu De Oemi. Di situ ada Mbak Sukanti yang sejak bayi sudah tinggal di rumah itu. Dia sendiri baru menyadari bahwa kami ini adalah adik-adik kandungnya, justru pada saat ibu telah terbujur kaku.
Di sanalah kami bermukim, di bawah asuhan Bu De Oemi, yang persis ibu, sering mengajari agama dan berhitung. Saya kira ini merupakan hasil perembukan keluarga. Maklumlah, ayah yang kerjanya harus ke daerah-daerah, tidak mungkin membawa kami, karena di daerah tidak tersedia sekolah. Sekolah yang bagus cuma ada di Bojonegoro. Apalagi Pak De Menggung adalah Patih di kota itu.
Di Bojonegoro, saya jadi anak yang necis. Namanya juga kemenakan Pak Patih. Saya pun masuk sekolah lagi, menenteng buku dengan gagah memasuki kelas lima. Alangkah menterengnya Soehadji kecil itu, dengan sebak rambut ke sebelah kiri. Licin dan mengkilat,seperti disemir dengan minyak goreng.
Yang lebih membuat keren, angka-angka rapport saya tetap berkibar. Tidak jatuh, padahal saya sudah tak punya ibu lagi. Saya kehilangan, tapi saya tak mau tenggelam dalam duka dan lupa. Justru sayaingin membuat ibubangga. Saya tahu dia akan tersenyum jika saya mengingatnya dalam doa, tekun belajar dan taat menjalankan ajaran agama. Semua itu tak susah diwujudkan, karena layak sepur di atas rel yang berjalan sesuai arahan, saya tinggal mengikuti saja.
Ketika ayah kembali ditugaskan di Pekalongan, sayapun ditarik lagi. Di sana ada sekolah yang baik. Kami dijemput dari rumah Pak De, dan ikut dengannya ke sekolah baru dengan mata pelajaran yang lebih maju dan guru-guru Belanda yang lebih galak. Hal itu sempat membuat saya keder.
Ayah menyimak hal itu, namun dia diam saja. Mungkin dia tahu persiskemampuan anaknya. Dan benar, ternyata hal-hal demikian tidak mengusik nilai rapport saya. Meski murid baru, saya bisa meraih juara tiga. Ponten bagus, tak ada merah. Teman-teman senang, meneer Belanda yangjadi guru saya pun senang.
Apalagi tatkala saya lulus dengan hasil memuaskan di tahun 1932. Tak ada hal yang lebih menyenangkan daripada menerima diploma karena lulus dengan kemampuan sendiri.
Namun di balik kesenangan itu ada juga kerepotan. Yaitu menjalanihidup tanpa kehadiran ibu, yang terasa sangat teramat sulit. Risiko yang paling terasa adalah, kami tak bisa mempertahankankeutuhan keluarga.
Ayah harus pindah lagi dari Pekalongan. Sebagai akibatnya, sayadan Mas Hardjo kembali dititipkan ke rumah Pak De yang saat itu sudah naik pangkat menjadi Bupati Pasuruan. Akan halnyakedua adik, Sudjatidan Sutari, sejak ibu meninggal sudah dipelihara oleh adik perempuan ayah. Nasib jugalah yang membuat kami terpaksatercerai-berai.
Apa boleh buat! Hidup memang harus dijalani, apapun bentuknya. Hal-hal yang menyedihkan sama pantasnya mengisi kehidupan manusia seperti juga hal-hal yang menyenangkan. Lagipula waktu untukmemikirkan nasib hampir tidak ada, karena saya harus masuk sekolah kembali.
Meski tinggal di Pasuruan, saya dimasukkan ke sekolah Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) di Probolinggo. Mendingan juga jauhnya. Setiap pagi saya harus mengejar kereta api untuk pergike sekolah.
Saya selalu ingat suasana pagi begitu. Turun dari tangga rumah dengan separuh berlari, saya dan Mas Hardjo menyeberang jalan menuju perbukitan kecil yang terhampar di depan rumah. Embunmasih mengambang di permukaan rumput. Dari balik pepohonan, tampak ruas cahayamenyinari kabut. Bergaris-garis panjangnya, layak mistar-mistar raksasa yang menikam bumi.
Di jalanan kami akan selalu berpapasan dengan para petani yang memanggul pacul dan buntalan, berjalan berombongan menuju hutandi mana sawah dan ladang mereka berada. Otot punggung mereka yang telanjang, mekar bagai bongkahan tanah yang gembur. Kulit yanglegam adalah pertanda keuletan mereka sebagai bangsa Indonesia yang rindu kebebasan.
Sungguh sebuah pagi yang merdeka. Sesekali akan terdengar guyonan mereka yang sederhana. Alangkah optimis hidup ini, meski penjajah masih bercokol di tanah milik mereka. Seakan mereka tahu, bahwa semua yang terbentang adalah perjuangan. Mereka berjuang di tanah garapan, saya berjuang di bangku pendidikan.
(Bersambung ke Bagian 3 : Anak Titipan yang Ditumpangkan)
SudutBidik Eps. 02 w/ Naldi Nazar & Richard Claproth
BUMN & Politik Ekonomi
SudutBidik Eps. 01 w/ Binsar Tobing & Nur Adieb
Mencari Solusi Krisis Energi
Spring 1982
In my life I love them all
There are places I remember All my life, though some have changed
Some forever not for better Some have gone and some remain
All these places had their moments With lovers and friends I still can recall
Some are dead and some are living In my life I've loved them all
But of all these friends and lovers there is no one compares with you And these memories lose their meaning When I think of love as something new
Though I know I'll never lose affection For people and things that went before
I know I'll often stop and think about them In my life I love you more
USA - Mexico Border
Poor Mexico, so far from God and so near to the United States - Attributed to Porfirio DÃaz (1830 - 1915) Mexican President
Ceramah di Hari Pers
Februari 1994
Arlington Cemetery, Washington DC
Grave of John F. Kennedy
Rest & Relax, Prambors Rasisonia
Dari Ruang Ini, Kita Kuasai Jakarta!!!
San Diego State University
Walt Whitman:
Are you the new person drawn toward me? To begin with take warning, I am surely far different from what you suppose; Do you suppose you will find in me your ideal? Do you think it is so easy to have me become your lover? Do you think the friendship of me would be unalloy'd satisfaction? Do you think I am trusty and faithful? Do you see no further than this facade, this smooth and tolerant manner of me? Do you suppose yourself advancing on real ground, toward a real heroic man? Have you no thought, O dreamer, that it may be all maya, illusion?
Waikiki, Hawaii
SudutBidik @ QTV & TVSwara
A 60 minute talkshow program hosted by IzHarry Agusjaya Moenzir a well known radio journalist with over 36 years of experience in Indonesia politics and current affairs. This program examines different perspectives and angles to current affairs topics.
The Me, I Never Knew
2006
Coronado Del Mar, San Diego
Sky, Sea and Sand
Quote from Pieces of April
How often we sit weeping -you and I- over the life we lead! My love, if you only knew the darkness of the days ahead!
Cora Princess
In The Middle of Gambling Days
Bhagavad Gita
"Neraka memiliki tiga pintu gerbang, yaitu nafsu seksual, kemurkaan dan ketamakan." > Bhagavad Gita
"Dewa, setan, surga dan neraka akan lenyap saat manusia kehilangan kejujuran nurani." > Salman Rushdie - Imaginary Homelands
With Jenderal Faisal Tanjung
Jakarta
Kalang, Singapore
After Disney on Ice
Castle of Tang Dynasty
Hard Rock Hotel, Bali
New Year's Eve
The Pegasus, 1979
Honda 250cc
Puncak
The Other Side of My World
Jakarta 1979
With Remy Silado
Pentas Jazz Prambors
Bugis Junction
Fundae Ice Cream
ID Prambors
Program Director
Tempat Anak Muda Mangkal
Borobudur 9 Jakarta
Tip Top
Medan
Taman Setiabudi YY-42
Medan
Tang Dynasty
Sentosa Island
Singapore
Danau Toba
Parapat, 1989
Santa Monica
Fishing on the dock of the bay
Nien 1983
Antara Lombok dan Bali
With Bima
Parapat, 1989
Taipei
Millbrae, California
17 Agustus 1991
Caesar's Palace
September 1991
Winter 1982
Caesar' Palace
Las Vegas
Manila, 1990
University of The Philippines Los Banos
Hollywood
Universal Studio, Los Angeles
Medan, 1989
Rini & Bima
Philadelphia, 1991
Independence Hall
Memphis, Tennessee
Mississippi Riverboat
Liberty Bell
Independence National Historical Park, Philadelphia
Graceland, Memphis
Grave of Elvis Presley
Helena, Arkansas
Cotton Field, 31 August 1991
Chicago
O’Hare International Airport
Childs
Monday's child is fair of face, Tuesday's child is full of grace, Wednesday's child is full of woe, Thursday's child has far to go, Friday's child is loving and giving, Saturday's child works hard for his living, And the child that is born on the Sabbath day Is bonny and blithe, and good and gay.
Anonymous
Rinintha Pradiza
1995
Bima Andwiza
Medan, 1995
Bramadya Andriza
Medan, 1995
Mexico 1991
USA - Mexico Border
Vacation
Antara Bali dan Lombok
Pegasus
Medan 1978
Me, 1955
The Magic Time of Dream
New York 1991
42nd Street
Jakarta, 1984
One of A Few
Benz
Puncak Arthaloka, 1979
Radio Elshinta
The Agusjaya
Bogor 2003
Jean-Paul Sartre:
Man is condemned to be free. - in Existentialism is a Humanism.
Universal Studio
Hollywood
The Moenzir
Puncak, 2001
Yogyakarta, 1984
With Japto
Di Pojok HMV
Orchard Road, Singapore 2007
Quote from Gesang, Part 1
"Dalam bahasa Jawa, gesang berarti hidup. Pastilah mereka mengharap agar penyakit tak akan menghentikan nyawaku. Aku harus hidup, sesuai namaku. Bagiku, kepercayaan masyarakat Jawa itu terasa benar adanya. Nama identik dengan nasib, berkaitan langsung dengan takdir dan bisa mendatangkan keuntungan. Mudah-mudahan."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar