Memory is history recorded in our brain,
memory is a painter, it paints pictures of the past and of the day.
- Grandma Moses (1860 - 1961) U.S. painter
Buku tentang Hendra Wijaya? Why not?
Ketika keluarga almarhum meminta kesediaan saya menulis kata sambutan untuk buku tentang pemusik jazz handal ini, saya bersukacita. Bukan karena merasa dihargai atau dinilai sebagai orang dekat, namun karena memang seharusnya kenangan terhadap Hendra Wijaya dihidupkan. Men ought to remember those friends who were absent as well as those who were present, begitu kata sejarawan Yunani, Diogenes Laërtius.
Bukalah Google. Carilah nama Hendra Wijaya. Banyak memang, namun bukan Hendra Wijaya yang piawai bermain keyboard ini. Hendra Wijaya-Hendra Wijaya yang tercatat di sana adalah Hendra Wijaya yang tercatat sebagai pebulutangkis, desainer, kolektor komik, peraih hadiah ilmu fisika dan profesi lain lagi. Tetapi cerita tentang pemusik jazz ini sangat minim, hanya tampil dalam satu-dua berita. Itupun tidak berdiri sendiri sebagai sosok, namun selalu berkait dengan Ireng Maulana, konconya dalam bermusik. Di Google, kita cuma bisa memperoleh kisah tentang Hendra yang pernah bergabung dengan Ireng Maulana All Stars pada tahun 1981 dan pagelaran jazz “Ireng Maulana & Friends - The Legend is Back”, yang diadakan untuk menghormati dan mengenang dua musisi terbaik Indonesia yang sudah almarhum, yaitu pemain bass Perry Pattiselanno dan pemain piano Hendra Wijaya.
Ini mungkin disebabkan oleh jangkauan ingatan pendek yang kita miliki. Sulit mengingat, dan tragisnya: sangat mudah melupakan. Sehingga kita sering tidak merasa kehilangan. And when he is out of sight, quickly also is he out of mind. Demikian Thomas à Kempis, pendeta German yang juga penulis itu tentang sosok teman. Orang yang jarang kita temui, mendadak bisa tersaput hilang dari ruang memori. Dan ketika suatu saat bertemu lagi, kita pun blank, lupa segala sesuatu tentang dirinya, bahkan nama saja pun kita tak tau. Padahal bisa jadi orang tersebut banyak memberi andil dalam hidup kita.
Hendra Widjaja ini misalnya. Saya pertama berkenalan dengannya di tahun 1973, sesaat setelah dia meraih gelar juara pada National Electon Festival se Indonesia. Saya tahu dia hebat. Namun penilaian saya itu gugur ketika tak lama sesudah itu, di Tokyo Yamaha International Electon Festival, dia menyabet pula gelar Juara Dua. Dia ternyata tidak hebat. Dia luar biasa!
Karena itulah, ketika saya akan mengadakan jamuan makan untuk menyambut rombongan pengusaha dari Amerika, saya mencari Hendra. Saya membutuhkan seorang pianis berkelas untuk menghibur ke 60 tamu bule itu. Saya perintahkan staf untuk mencari dan mengundang pria yang terkesan diam itu. Ternyata tidak mudah juga. Sebagai juara baru, jadwalnya penuh dan hampir tidak punya waktu untuk tampil di pesta-pesta kecil, apalagi di rumah! Begitu pikir saya.
Namun, Hendra datang dengan senyum mengembang, bersosialisasi dengan keramahan yang cair dan bermain dengan kecekatan jemari yang lincah. Lagu-lagunya meluncur anggun tanpa cacat, membuat tetamu terpana. Lagu-lagu standar Amerika disuguhkannya nyaris sempurna, mulai dari ciptaan George Gershwin, Rhapsody in Blue dan Someone to Watch Over Me, hingga gubahan Irving Berlin Cheek to Cheek, sampai kepada musik-musik piano yang disuguhkan oleh Carmen Cavallaro dalam film The Eddy Duchin Story, seperti La Vie En Rose, Manhattan dan You’re My Evrything. Dan sudah tentu jazz! Kecintaan Hendra kepada jenis musik ini membuat seluruh ruang di rumah saya menggemakan musik piano dari pianis jazz ternama seperti Earl ‘Fatha’ Hines, Jelly Roll Morton dan Bill Evans.
What a memorable night! Bertahun-tahun kemudian, ketika saya berkunjung ke Amerika, teman-teman yang dulu pernah saya undang ke jamuan makan selalu bertanya tentang Hendra. Lagi-lagi Hendra. Dan saya selalu suka menjawab mereka, karena saya pun akhirnya banyak tau tentang Hendra.
Memang, sejak pesta kecil di rumah, keluarga kami menjadi sangat akrab. Istrinya Syenni adalah nyonya rumah yang ramah, pantas menjadi public-relations yang handal bagi karir suaminya. Kedua anaknya - Fei dan Carina- adalah anak-anak yang pintar, manis dan santun. Saya juga punya banyak kenangan dengannya. Salah satu yang masih menggantung di ruang ingat adalah ketika kami memenuhi undangan TV Hongkong dan Taiwan. Hendra memukau penonton dengan performansi yang prima. Saya bersyukur menjadi teman baik Hendra dan sekaligus bangga, karena Indonesia mempunyai Maestro bernama Hendra Widjaja.
Namun kini dia telah tiada. Hendra sudah pergi, melanglang di ranah abadi yang dijanjikan Tuhan, meninggal dunia karena kanker di Rumah Sakit MMC pada 6 November 2005. Album terakhirnya bersama Ireng Maulana yang berjudul Sweet Jazzy masih hangat, dan kita masih harus selalu menyimpan kenangan atasnya. Kenangan adalah sejarah yang terpatri di otak manusia, kenangan adalah pelukis, yang mengguratkan unsur warna masa lalu dan masa kini.
Sering-sering di rumah, jika malam sudah larut dan hening, di telinga saya masih terngiang ketukan toest-toest piano, melantunkan musik untuk jiwa, untuk kehidupan yang fana. Hendra Wijaya ternyata masih hidup di relung-relung jiwa saya. Begitu juga di kehidupan Syenni, Fei dan Carina yang penuh berkat dari Tuhan Yang Maha Esa.
Buku tentang Hendra Wijaya? Why not? Hal-hal seperti inilah yang membuat orang-orang tidak lupa. Sehingga di hari-hari selanjutnya, jika ada yang ingin tau, mereka tinggal mengelik Google untuk mengetahui siapa sebenarnya Hendra Wijaya yang berdedikasi tinggi dalam musik jazz tanah air. Dan saya yakin, buku ini juga layak disusun di rak, untuk kepustakaan kita bersama. Ternyata, the richness of life lies in the memories we have forgotten.
Bogor, 28 Juni 2008 Ditulis untuk Paul Kusumawijaya sebagai Kata Sambutan Buku Hendra Wijaya
SudutBidik Eps. 02 w/ Naldi Nazar & Richard Claproth
BUMN & Politik Ekonomi
SudutBidik Eps. 01 w/ Binsar Tobing & Nur Adieb
Mencari Solusi Krisis Energi
Spring 1982
In my life I love them all
There are places I remember All my life, though some have changed
Some forever not for better Some have gone and some remain
All these places had their moments With lovers and friends I still can recall
Some are dead and some are living In my life I've loved them all
But of all these friends and lovers there is no one compares with you And these memories lose their meaning When I think of love as something new
Though I know I'll never lose affection For people and things that went before
I know I'll often stop and think about them In my life I love you more
USA - Mexico Border
Poor Mexico, so far from God and so near to the United States - Attributed to Porfirio Díaz (1830 - 1915) Mexican President
Ceramah di Hari Pers
Februari 1994
Arlington Cemetery, Washington DC
Grave of John F. Kennedy
Rest & Relax, Prambors Rasisonia
Dari Ruang Ini, Kita Kuasai Jakarta!!!
San Diego State University
Walt Whitman:
Are you the new person drawn toward me? To begin with take warning, I am surely far different from what you suppose; Do you suppose you will find in me your ideal? Do you think it is so easy to have me become your lover? Do you think the friendship of me would be unalloy'd satisfaction? Do you think I am trusty and faithful? Do you see no further than this facade, this smooth and tolerant manner of me? Do you suppose yourself advancing on real ground, toward a real heroic man? Have you no thought, O dreamer, that it may be all maya, illusion?
Waikiki, Hawaii
SudutBidik @ QTV & TVSwara
A 60 minute talkshow program hosted by IzHarry Agusjaya Moenzir a well known radio journalist with over 36 years of experience in Indonesia politics and current affairs. This program examines different perspectives and angles to current affairs topics.
The Me, I Never Knew
2006
Coronado Del Mar, San Diego
Sky, Sea and Sand
Quote from Pieces of April
How often we sit weeping -you and I- over the life we lead! My love, if you only knew the darkness of the days ahead!
Cora Princess
In The Middle of Gambling Days
Bhagavad Gita
"Neraka memiliki tiga pintu gerbang, yaitu nafsu seksual, kemurkaan dan ketamakan." > Bhagavad Gita
"Dewa, setan, surga dan neraka akan lenyap saat manusia kehilangan kejujuran nurani." > Salman Rushdie - Imaginary Homelands
With Jenderal Faisal Tanjung
Jakarta
Kalang, Singapore
After Disney on Ice
Castle of Tang Dynasty
Hard Rock Hotel, Bali
New Year's Eve
The Pegasus, 1979
Honda 250cc
Puncak
The Other Side of My World
Jakarta 1979
With Remy Silado
Pentas Jazz Prambors
Bugis Junction
Fundae Ice Cream
ID Prambors
Program Director
Tempat Anak Muda Mangkal
Borobudur 9 Jakarta
Tip Top
Medan
Taman Setiabudi YY-42
Medan
Tang Dynasty
Sentosa Island
Singapore
Danau Toba
Parapat, 1989
Santa Monica
Fishing on the dock of the bay
Nien 1983
Antara Lombok dan Bali
With Bima
Parapat, 1989
Taipei
Millbrae, California
17 Agustus 1991
Caesar's Palace
September 1991
Winter 1982
Caesar' Palace
Las Vegas
Manila, 1990
University of The Philippines Los Banos
Hollywood
Universal Studio, Los Angeles
Medan, 1989
Rini & Bima
Philadelphia, 1991
Independence Hall
Memphis, Tennessee
Mississippi Riverboat
Liberty Bell
Independence National Historical Park, Philadelphia
Graceland, Memphis
Grave of Elvis Presley
Helena, Arkansas
Cotton Field, 31 August 1991
Chicago
O’Hare International Airport
Childs
Monday's child is fair of face, Tuesday's child is full of grace, Wednesday's child is full of woe, Thursday's child has far to go, Friday's child is loving and giving, Saturday's child works hard for his living, And the child that is born on the Sabbath day Is bonny and blithe, and good and gay.
Anonymous
Rinintha Pradiza
1995
Bima Andwiza
Medan, 1995
Bramadya Andriza
Medan, 1995
Mexico 1991
USA - Mexico Border
Vacation
Antara Bali dan Lombok
Pegasus
Medan 1978
Me, 1955
The Magic Time of Dream
New York 1991
42nd Street
Jakarta, 1984
One of A Few
Benz
Puncak Arthaloka, 1979
Radio Elshinta
The Agusjaya
Bogor 2003
Jean-Paul Sartre:
Man is condemned to be free. - in Existentialism is a Humanism.
Universal Studio
Hollywood
The Moenzir
Puncak, 2001
Yogyakarta, 1984
With Japto
Di Pojok HMV
Orchard Road, Singapore 2007
Quote from Gesang, Part 1
"Dalam bahasa Jawa, gesang berarti hidup. Pastilah mereka mengharap agar penyakit tak akan menghentikan nyawaku. Aku harus hidup, sesuai namaku. Bagiku, kepercayaan masyarakat Jawa itu terasa benar adanya. Nama identik dengan nasib, berkaitan langsung dengan takdir dan bisa mendatangkan keuntungan. Mudah-mudahan."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar