Jumat, Agustus 05, 2011

Ida Lubis Dalam Ingatan
(Pematang Siantar, 15 Maret 1927 – Jakarta, 1 April 2011)
by IzHarry Agusjaya Moenzir, on Saturday, April 9, 2011 at 4:14am

Pada Jumat itu, langit Jakarta berhias mendung. Abu warnanya. Sekitar pukul 06:45 WIB, ibunda tercinta Hj. Zahida Lubis binti Madong Lubis, menutup perjalanan hidup di usia 84 tahun. Mami menghembuskan nafas terakhir di ruang UGD Rumah Sakit MMC Jakarta, tanpa guratan sakit dan nyeri. Dia pergi dengan tenang, layak akan melancong ke alam baka. Wajahnya bersih dan bercahaya.

Mami memang sudah lama sakit, selaras usia yang semakin bertambah. Sebagai pasien geriatrik, keringkihan tubuhnya semakin kentara dari tahun ke tahun. Dia pun masuk-keluar rumah sakit, minum berbagai obat dan berpantang terhadap beberapa jenis makanan.

Tapi Mami selalu memiliki gairah hidup. Sendiri di rumah bersama suster perawat, kegiatan rutin sejak muda masih tidak ditinggalkannya. Mami rajin membenahi rumah, merias diri, memelihara bunga, berjalan pagi mengitari kompleks perumahan, mendengar musik, membaca surat kabar/majalah, menonton berita-berita di televisi dan menggemari pertandingan tennis di ESPN. Warna bicaranya juga tidak pernah melemah. Dalam ketertatih-tatihan, dia masih bersuara dan bersikap tegas. Mami yang banyak mengarungi alun gelombang naik-turun hidup ini tahu betul cara memandang isi dunia. Dia tertawa untuk hal-hal yang menyenangkan hati dan menangis untuk yang membuat jiwanya terluka. That’s her life!

Menurutku, Mami adalah lidah kita semua. Lidah yang ada di rongga mulut kita, yang tak pernah kita rasakan kehadiran dan kegunaannya. Kita baru menyadari makna dan guna lidah itu justru ketika kita tidak lagi memiliki lidah. Ketika Mami masih ada, kita sering lupa dan melupakan sehingga dia nyaris terlupakan. Namun setelah dia tiada, kita baru menyadari betapa penting arti dirinya bagi kita.

Kita lantas terpana menatap Mami ketika dia sudah berbalut kafan putih. Sesiap-siapnya batin kita menerima datangnya kematian, selalu saja kita tidak siap dan tetap terperanjat mendengar kepulangannya. Kita menahan isak di dada yang bergelora. Kita mencium pipi, kening dan ujung kakinya ketika dia disemayamkan di rumah duka Jl. Tanjung Raya, Blok 06 No. 1, Taman Cimanggu, Bogor.

Semua berduka. Begitu juga anggota keluarga kami. Kakak saya Rita Anggreiny Moenzir & Christian Dermawan (Alm.) dengan anak-anaknya Ryan Dermawan, Jackie Dwitiya, Michelle Trinayana; Saya & Ninien Sukmini beserta anak-anak kami Rinintha Pradiza, Bima Andwiza, Bramadya Andriza; Adik saya Izwan Indrajaya Moenzir  & Tellyani Purwitasari bersama anak-anaknya Abdullah Mazanni dan Ahmad Dwiapreiza, pastilah larut dalam duka yang tak mudah lekang.

Maka, dalam mewakili keluarga Janson Moenzir bin Sjamsuddin (Alm.) & Almarhumah Hj. Zahida Lubis binti Madong Lubis, dengan wajah tunduk kami mohon maaf atas segala kekhilafan dan kesalahan yang kiranya pernah dilakukan ibunda kami, sengaja atau tidak sengaja, besar atau kecil, seraya berharap kiriman doa tulus untuk mengantar Almarhumah ke sisi Allah.

[89:27] Hai jiwa yang tenang
[89:28] Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya.
[89:29] Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku,
[89:30] Masuklah ke dalam syurga-Ku. (Al Fajr)

Ya Allah…., ampunilah dosa Ibunda kami, limpahkan rahmat kepadanya. Hapuskanlah kesalahannya, maafkanlah segala kekhilafannya.

IzHarry Agusjaya Moenzir & Keluarga
Bogor, 8 April 2011

Pengantar untuk Buku Surat Yaasin dan Bimbingan Tahlil - Peringatan Hari ke Tujuh

Tidak ada komentar: