Minggu, April 13, 2008

SudutBidik Episode 85 @ QTV & TVSwara

Perkembangan Sistem Peringatan Dini Tsunami di Indonesia
(Tayang di TVSwara 12 Desember 2007, di QTV 13 & 14 Desember 2007)

"Sistem Peringatan Dini Tsunami merupakan sistem penanganan bencana Tsunami. Sistem itu adalah mengobservasi, menganalisa, mendesiminasi dan mengkomunikasikan ke masyarakat. Ini yang disebut sebagai end to end system," ujar Dr. Ir. Idwan Suhardi - Deputi Menteri Negara Ristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Iptek, pada acara mingguan SudutBidik Iptek di QTV yang dipandu oleh Izharry Agusjaya Moenzir.
Pada acara yang bertema Tsunami Early Warning System (TEWS) itu, Idwan Suhardi tampil bersama Dr. P.J. Prih Harjadi - Deputi Bidang Sistem Data dan Informasi BMG dan Ir. Sugeng Triutomo, DESS - Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan, Bakornas PB.

Menimpali Idwan Suhardi, Ir. Sugeng mengatakan, Tsunami Early Warning System merupakan penyampaian informasi yang jelas dan efektif melalui suatu lembaga yang jelas dengan melakukan empat langkah yaitu observasi, analisa, desiminasi dan komunikasi. Dari aspek struktural, kita bermain dengan teknologi, bagaimana kesiapan manusia untuk mengambil langkah sesuai habit. Kebiasaan masyarakat itu tumbuh dengan sendirinya, apabila dilakukan upaya-upaya untuk mulai membiasakan cara-cara masyarakat menanggapi setiap informasi yang diterima.

Upaya kebijakan untuk membangun suatu sistem peringatan dini di Indonesia berlandaskan pada UU No.24/2007 yang mengatur legislasi, kelembagaan, perencanaan dan pendanaan. Mengingat Tsunami bukan satu-satunya bencana di Indonesia, maka sistem peringatan dini yang lain juga perlu diatur. Oleh karena itu jelas bahwa komponen struktur yang dibangun harus diikuti dengan komponen kultur.

"Dalam UU No.24/2007 diatur tentang kemampuan masyarakat dan pemerintah daerah yang harus profesional dalam penanggulangan bencana. Kita akan terus berusaha melanjutkan dan mengembangkan kemampuan, baik dari sisi kelembagaan, kelengkapan peralatan dan kemampuan sumberdaya manusi, termasuk anggaran hingga tercapai apa yang diinginkan," lanjut Ir. Sugeng.

Sementara itu Dr. Prih mengatakan, TEWS adalah usaha yang dilakukan untuk memberi peringatan dini kepada masyarakat dalam mengetahui bahaya Tsunami melalui komponen-komponen yang ada, yaitu harus mempunyai sistem monitoring, informasi harus segera disampaikan, harus ada yang menerima dan mengerti informasi yang diterima, serta menindaklanjutinya untuk disampaikan kepada masyarakat.

Alat-alat yang dipasang adalah (1) Seismometer produksi BMG, yaitu alat untuk memonitor getaran yang disebabkan pergerakan lempeng bumi, (2) Sea Service Monitoring / Tide Gauge & GPS produksi Bakosurtanal, yaitu alat yang memonitor perubahan tinggi permukaan air laut dan (3) Buoy yang diproduksi BPPT, yaitu alat untuk memonitor pergerakan lempeng dan tekanan di dasar laut.

Dr. Idwan Suhardi juga menjelaskan tanggung jawab Ristek terhadap iptek, di antaranya koordinasi dengan instansi terkait untuk mengintegrasikan Peringatan Dini Tsunami, karena keterlibatan seluruh instansi dan infrastruktur sesuai dengan UU no.24/2007. UU ini merupakan progress yang benar, siapa melakukan apa, dan bagaimana peran Pemerintah Daerah. Beliau juga menghimbau komunitas iptek dan lintas sektoral agar peringatan dini lebih menekankan sifat longterm untuk menjadikan habit masyarakat Indonesia.

Berkaitan dengan UU no.24/2007, BMG telah mampu menyampaikan informasi kepada masyarakat kurang dari 5 menit melalui: (1) SMS (terutama kepada pejabat pengambil keputusan : Presiden, Menteri, Pejabat Daerah), (2) Fax Otomatis, (3) Alarm, (4) Website dan (5) Mengubah dari Fax ke Voice, serta melalui radio siaran seperti Radio Elshinta.

Dengan target bahwa sistem ini mampu memberi peringatan paling lambat 5 (lima) menit setelah kejadian gempa, seluruh komunitas Iptek di bawah koordinasi Kementerian Riset dan Teknologi (antara lain BMG, Bakornas PB, BPPT, LIPI, ITB, Departemen Dalam Negeri, Pemda, instansi terkait) bahu-membahu menciptakan dan mengembangkan kemampuan dalam observasi, assessment, implementasi dan diseminasi informasi serta meningkatkan kesiapan masyarakat (community preparedness) yang menjadi dasar untuk mengambil tindakan darurat yang diperlukan (emergency response).

Pada akhir perbincangan, Dr. Prih menghimbau agar masyarakat turut membantu pengamanan alat TEWS agar jangan dirusak, supaya informasi tentang bencana dapat disampaikan kepada masyarakat, khususnya di daerah terpencil. "Marilah kita sama-sama merawat alat ini agar tetap dapat dioperasikan dalam waktu lama,' katanya. - dicuplik dari http://www.ristek.go.id/

Tidak ada komentar: