Senin, April 28, 2008

Ruh Gemuruh

Detak jantung masih gemuruh,
namun apakah itu untuk puisi?

Di tengah rutinitas hidup
dan tanggungjawab keluarga,

kucoba untuk tak lagi menemu wajahmu.
Tidak pernah berkelebat bayangmu, hei tuan puteri
yang pernah menggugah emosi dan kenakalanku!

: “...... Di mana kau sekarang?”

Cinta memang tak pantas dibicarakan lagi.
Tapi aku sering tak mampu
melekangkan dari hidupku.


Di Seattle yang berkabut,
aku masih dibalut rasa yang membuatku terpental.
Dan keriuhan Pike's Market di sepanjang garis pantai
membangunkan ruh-ku yang sesal
karena telah menghunjamkan pisau
ke ulu hati sendiri.


: “......Apakah aku bahagia?”

Detak jantung memang masih gemuruh,
namun bukan untuk puisi ini.
Apa hanya kerinduan akan Indonesia?
Tetapi, mengapa wajahmu datang
dari kabut yang ingin kukuakkan?


: “.......................Apakah kau bahagia?”

Yang,
kita yang ini hari memang bukan kita yang dulu.
Namun kita yang dulu,
bisa menjadi kita yang ini hari.

Seattle, 23 September 1991

Tidak ada komentar: